Jumat, 15 Februari 2013

Cinta Itu Suci

Well, kata orang, cinta selalu dapat membuat orang merasa bahagia, tapi tak jarang cinta juga membuat para pemujanya.

Ya ya ya. Begitulah pikiran umum yang dianggap benar dan dibenarkan oleh khalayak. Mungkin ada benarnya tapi juga mungkin saja lebih banyak salahnya. Setidaknya menurutku.

Begini saja, kita ambil contoh lain yang mungkin sama baunya dengan mitos cinta di atas. Ada banyak yang bilang jika kemiskinan itu cenderung membuat manusia menjadi seperti binatang. Manusia rela menghinakan dirinya, mencelakakan sesamanya dan merusak alam tempat tinggalnya.

Manusia menjadi beringas karena faktor ekonomi. Bukan!, tak ada yang salah dengan faktor ekonomi. Karena banyak juga manusia yang tetap menjadi manusia meski hidupnya selalu dihimpit kesulitan ekonomi.
Faktor moral!, itu yang mesti dicurigai.

Pun juga dengan mitos cinta, sebenrnya tersangka utamanya bukan cinta. Tetap saja manusianya yang mesti dibongkar rasa dan nalarnya.

Cinta itu suci, seperti lirik lagunya Slank. Dan akan selalu membuahkab kesucian, kata almarhum kakekku.

Selasa, 05 Februari 2013

Tuhan Telah Mati, Kata Nietzsche

Hyap, dari posting yang kemarin mungkin akan terkesan jika saya ini adalah seorang Atheis. Uhm..tapi percayalah, tiap kali membayangkan tentang neraka, bului kuduk saya selalu merinding. Saya percaya Tuhan, dan tentu saya juga punya agama umtuk dipeluk. Meski kadang terkesan pelukan saya tak mesra.....Namun apalah daya, di bagian diri yang lain saya menaruh ketersukaan yang lebih pada pemikiran-pemikiran yang terlanjur dilabeli kiri.

Seperti judul tulisan ini, jelas itu adalah kata-kata seorang Atheis sangar. Tak seorang pun dapat menyangkal. Tapi tunggu dulu, jangan terburu-buru.....

Saya pribadi lebih suka menafsirkannya begini, dengan melihat kenyataan yang ada yang saya saksikan:

Ya, Tuhan yang bersinggasana di dalam hati masing-masing manusia telah mati, kita sendiri yang membunuhnya dengan belati materialisme positivitisme. Mayat kaku sang Tuhan kita bakar dengan api egoisme. Lalu abunya kita sebar di samudera kenikmatan duniawi.

Jumat, 01 Februari 2013

"Agama adalah madat"

Hyap!. Begitulah kira-kira, seperti ucapan salah satu tokoh cerita dalam sebuah novel lama karya Achdiat Karta Mihardja dengan judul Atheis yang pertama dan terakhir kali kubaca menjelang kenaikan kelas dua SMP tempo dulu. Kalimat yang berlalu begitu saja di benak, pikiran mudaku dulu tak enggan mengiyakan, dan tak mampu menyangkal sekaligus. Bahkan terkesan melabeli sebagai sesuatu yang Kiri sebagai perwujudan dari pikiran-pikiran yang berkembang dari sekitar yang sadar tak sadar terserap dengan mudahnya oleh akal nalarku yang memang masih seperti spons kering kala itu. Jauhi pikiran seperti itu!, Marxis itu!, kafir itu!.

 Well, tapi apalah di dunia ini yang tidak berubah?, pun juga sesuatu yag lembut di balik tempurung kepalaku ini. Jujur, begini-begini aku masih takut neraka, dan ngidam tak tertahan pada surga. Tapi pikiran tetapah pikiran, ia selalu menuntut kebebasan. Kami pun berdamai. Ya!, agama bisa saja diartika seperti seperti kemabukan bila kejadiannya seperti ini:

 STMJ!, Shalat Taat, Maksiat Jalan. Beragama tapi tetap jahat, Perindu surga namun beringasan, mengaku pembela agama Tuhan tapi sangar. Ambil saja tentang shalat. Bukankah sudah menjadi janji Tuhan jika shalat itu mampu mencegah perbuataan keji dan munkar?, bukankan selalin ibadah rohani, shalat juga mengajar dan melatih para pelakunya tentang konsekuensi, kedisiplinan, keteraturan,kebersihan dan segala hal baik lainnya?. Tapi kenapa kemudian muncul pengikut aliran STMJ-isme?. Agaknya tidak berlebihan jika kita mengumpamakannya dengan seseorang dalam keadaan mabuk. Yang berjalan sempoyongan tanpa arah tujuan, mendengar suara hanya seperti bunyi gema yang saling bertabrakan, berbicara tanpa kesadaran, dan semua yang dirasanya adalah semua tentang kesemuan. Belum lagi tentang nalarnya, dan jangan tanyakan soal hatinya.

 Begitulah,mungkin. Dan seperti kata seorang suci dari Bali, bahwa dalam hal Spiritual, kebanyakan dari kita hanya dapat " ritual" nya saja, tanpa bisa mengecap "spirit" yang terkandung didalamnya.

Mula-mula

Dan, dimulailah semua ini. Mungkin, hanya sekedar keisengan pengisi waktu senggang atau mungkin juga sekedar ikut-ikutan para tetua yang telah lama malang melintang di dunia blog. Yah...apa pun itu, kenyataannya sema ini memang sudah dimulai. Maka, mulailah. Seperti kata manusia yang dari sejak hari kelahirannya hingga sekarang cuma berkata-kata saja kerjaannya, yaitu Sang Pepatah, " jangan terlalu banyak mikir, lakukan saja! ". Hyap!, as simple as that lah....